
Media massa sudah menjadi alat
propaganda yang sangat luar biasa. Ketika penampilan
para politisi sudah menjadi hal yang diutamakan maka nasib-nasib rakyat akan
terabaikan. Media massa telah menjadi panggung bagi para politisi untuk meningkatkan
popularitas. Beralihnya panggung politik ke panggung media yang lebih luas,
membuat para politisi sadar betul akan penampilan mereka, seni peran dan segi penampilan
menjadi sangat penting dalam panggung politik media sehingga politisi yang naik
panggung mestilah menguasai “seni pementasan”.
Di Negara ini, Setiap hari,
selalu ada politisi yang nangkring di televisi dan radio sebagai narasumber talkshow politik, apalagi sekarang
semakin banyaknya tayangan-tayangan yang ditayangkan secara live, sudah menjadi rahasia umum bahwa
politisi kini beralih panggung ke media. Yang memberi peran pada politisi
sebagai aktor utama dalam panggung politik media.
Lantas
apa bedanya mereka dengan selebriti?
Tak lebih dari itu, bahkan, tata ruang sidasng gedung
Dewan Perwakilan pun berubah-ubah
layaknya panggung vaganza dari satu scene ke scene lain. Kehadiran media di
ruang sidang dengan puluhan kamera yang siap mengintai, membuat para politisi
menjadi sadar kamera dan lebih berhati-hati dalam berekting. Berdasarkan
pengakuan Chandra Tirta Wijaya, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional bahwa dulu
fraksinya sering mendapat posisi duduk paling depan dalam sidang Pansus. “Kami
jadi sering tersorot kamera. Sekarang, posisi duduk diputar setiap hari agar
semua anggota dapat kesempatan sama tersorot kamera. Ini kesepakatan tidak
tertulis dengan asas pemerataan,” kata Chandra. (Kompas: 24 Januari 2010)
Selaras dengan
empat fungsi media massa, yakni memberikan informasi, memberikan pendidikan,
memberikan hiburan, dan melakukan kontrol social, media juga harus mewakili rakyat
dan menjadi watchdog dalam mengamati peran dan kinerja para politisi.
Politik dan media memang ibarat dua
sisi dari satu mata uang. Media memerlukan politik dan begitu juga sebaliknya. Politik
juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak
diciptakan.
Dunia politik
sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak berarti
apa-apa. Bahkan menurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir atau
Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak
disorot media.
Ada banyak
contoh yang bisa kita simak. Misalnya ketika kemenangan George W. Bush yang
kontroversial pada pemilu tahun 2000. Stasiun televisi Fox News, yang didirikan
atas bantuan tokoh-tokoh partai Republik, partai darimana George W. Bush
berasal, berperan penting dalam kemenangan itu.
Dan pada tahun
2004, direktur stasiun televisi ini akhrnya secara terang-terangan menyatakan
dukungannya kepada Bush. Sementara itu, terungkap juga bahwa ada perjanjian
resmi antara CNN dan pemerintah Amerika Serikat, mengingat siaran CNN bisa
ditangkap di seluruh penjuru dunia.
Dalam pandangan Erving Goffman, definisi terhadap situasi
dapat dibedakan menjadi strip dan frame.Strip merupakan sebuah sekuen aktivitas, sedangkan frame merupakan pola pengaturan
dasar yang digunakan untuk mendefinisikan strip. Pemahaman politisi
terhadap strip politik menjadi penting agar
peran demi peran tak melenceng dari rundown politik media. Saat tampil,
politisi dan media sama-sama memegang peran penting dalam mengedukasi publik
mengenai situasi politik yang terjadi, sehingga sekuen politik yang hendak
dibahas haruslah dikuasai.
Untuk para politisi
pencitraan, berhentilah bersandiwara. !
yang perlu dilakukan skrg, lepaskan media dr cengkeraman politisi. agar independensi media tetap terjaga..
BalasHapusmenurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir atau Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media. mungkin ada benarnya juga..kebanyakan sekarang kan politisi byk yg ngartis hehe
BalasHapus