Kamis, 20 Oktober 2011

Politisi Dan Media


Hubungan antara media dan politisi bak seperti hubungan dua sejoli yang sulit dipisahkan. Keduanya memiliki kesamaan utama yang ada pada hubungannya dengan orang banyak. Kedua ranah tersebut membutuhkan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Politik berurusan dengan ideologi dan topik yang tentu saja menyangkut kehidupan sosial rakyat, sementara media menjadi jembatan penghubung antara topik yang diangkat dengan rakyat yang tersebar.


Media massa sudah menjadi alat propaganda yang sangat luar biasa. Ketika penampilan para politisi sudah menjadi hal yang diutamakan maka nasib-nasib rakyat akan terabaikan. Media massa telah menjadi panggung bagi para politisi untuk meningkatkan popularitas. Beralihnya panggung politik ke panggung media yang lebih luas, membuat para politisi sadar betul akan penampilan mereka, seni peran dan segi penampilan menjadi sangat penting dalam panggung politik media sehingga politisi yang naik panggung mestilah menguasai “seni pementasan”.  

Di Negara ini, Setiap hari, selalu ada politisi yang nangkring di televisi dan radio sebagai narasumber talkshow politik, apalagi sekarang semakin banyaknya tayangan-tayangan yang ditayangkan secara live, sudah menjadi rahasia umum bahwa politisi kini beralih panggung ke media. Yang memberi peran pada politisi sebagai aktor utama dalam panggung politik media.
Lantas apa bedanya mereka dengan selebriti?

            Tak lebih dari itu, bahkan, tata ruang sidasng gedung Dewan Perwakilan  pun berubah-ubah layaknya panggung vaganza dari satu scene ke scene lain. Kehadiran media di ruang sidang dengan puluhan kamera yang siap mengintai, membuat para politisi menjadi sadar kamera dan lebih berhati-hati dalam berekting. Berdasarkan pengakuan Chandra Tirta Wijaya, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional bahwa dulu fraksinya sering mendapat posisi duduk paling depan dalam sidang Pansus. “Kami jadi sering tersorot kamera. Sekarang, posisi duduk diputar setiap hari agar semua anggota dapat kesempatan sama tersorot kamera. Ini kesepakatan tidak tertulis dengan asas pemerataan,” kata Chandra. (Kompas: 24 Januari 2010)

Selaras dengan empat fungsi media massa, yakni memberikan informasi, memberikan pendidikan, memberikan hiburan, dan melakukan kontrol social, media juga harus mewakili rakyat dan menjadi watchdog dalam mengamati peran dan kinerja para politisi.

            Politik dan media memang ibarat dua sisi dari satu mata uang. Media memerlukan politik dan begitu juga sebaliknya. Politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak diciptakan.

Dunia politik sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak berarti apa-apa. Bahkan menurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir atau Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media.

Ada banyak contoh yang bisa kita simak. Misalnya ketika kemenangan George W. Bush yang kontroversial pada pemilu tahun 2000. Stasiun televisi Fox News, yang didirikan atas bantuan tokoh-tokoh partai Republik, partai darimana George W. Bush berasal, berperan penting dalam kemenangan itu.

Dan pada tahun 2004, direktur stasiun televisi ini akhrnya secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada Bush. Sementara itu, terungkap juga bahwa ada perjanjian resmi antara CNN dan pemerintah Amerika Serikat, mengingat siaran CNN bisa ditangkap di seluruh penjuru dunia.

            Dalam pandangan Erving Goffman, definisi terhadap situasi dapat dibedakan menjadi strip dan frame.Strip merupakan sebuah sekuen aktivitas, sedangkan frame merupakan pola pengaturan dasar yang digunakan untuk mendefinisikan strip. Pemahaman politisi terhadap strip politik menjadi penting agar peran demi peran tak melenceng dari rundown politik media. Saat tampil, politisi dan media sama-sama memegang peran penting dalam mengedukasi publik mengenai situasi politik yang terjadi, sehingga sekuen politik yang hendak dibahas haruslah dikuasai.

Untuk para politisi pencitraan, berhentilah bersandiwara. !

2 komentar:

  1. yang perlu dilakukan skrg, lepaskan media dr cengkeraman politisi. agar independensi media tetap terjaga..

    BalasHapus
  2. menurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir atau Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media. mungkin ada benarnya juga..kebanyakan sekarang kan politisi byk yg ngartis hehe

    BalasHapus